Sabtu, 05 Oktober 2013

Nasehat para penulis dunia




       Orang bijak selalu mengatakan bahwa sejarah masa lampau telah memberikan banyak pelajaran dan menawarkan dua alternatif. Yang buruk harus selalu dibenamkan, dan yang baik harus selalu ditegakkan.

Janganlah menengok pada hal yang suram karena hidup selalu memerlukan obor yang terang. Ade Ma’ruf, seorang penerjemah pernah mengatakan bahwa,”Sejarah adalah serupa tetumbuhan makna. Kita ditantang untuk merawatnya agar kehidupan tak lantas menjadi pasak-pasak dengan pucuk yang sarat beban hingga kita pun tergopoh memikulnya.”

**
Babad kawak mengajarkannya kepada kita melalui sabda para pandita dan fatwa resi bijaksana. Tambo mengisahkan buramnya masa silam agar kita tak kembali terperosok dalam hitam yang serupa.

Hyerogliph ditata pada dinding-dinding gua di Mesir lama. Begitu pula aksara Jawa kuno yang tertoreh di lontar lanjut usia. Jauh sejak lama orang berusaha menjelaskan pelbagai hal melalui aksara. Itulah kenapa kultur kata mengembang menjadi budaya aksara. Fatsoen tak sekedar dilisankan dan dipertunjukkan, namun juga ditegaskan lewat tamsil dan simbol-simbol.

Gutenberg berjasa bukan karena menyebarkan teknik mekanis penggandaan aksara, dia juga menelusupkan gagasan pentingnya penguatan makna kata melalui cetak aksara tersebut. Penggandaan adalah persebaran, catatan menjadi makin teramankan. Sejarah pun dapat terus tergulirkan. (dikutip dari Ade Ma’ruf)

**
Albert Camus, seorang penulis hebat yang lahir pada tahun 1913 di Algeria Aljazair pernah berkata,”Karya lebih bermaksud menyadarkan kreatornya pada kenyataan hidup yang memang seringkali diluar kendali nalar. Maka, karyapun sekedar menawarkan. Dia tak pernah memutuskan. Tulisan adalah gambaran. Para pembaca dianjurkan untuk menatap dan memaknainya..”

Jika para penulis di blog ini begitu banyak ragamnya, maka pandanglah tulisan mereka itu sebagai sebuah gambaran kehidupan. Jernihkan hatimu untuk mengatakan bahwa penulis itu hendak menawarkan sesuatu yang ‘saat ini’ sedang ia punyai. Dia hanya memberikan gambaran. Tak pernah ada keputusan final dari sebuah tulisan. Tatap saja tulisannya dan galilah makna dari tulisannya itu.

Camus hendak menitipkan pesan bahwa proses menulis tentu harus lebih dihargai. Sebab penulis juga tumbuh dan berkembang. Penulis akan melewati liku-liku kehidupannya, sejarahnya dan nuansa dirinya. Dia tak mungkin tetap berdiri di satu titik, tapi dia akan selalu berpindah menuju satu titik tertentu lagi. Menuju keberlangsungan proses yang ia jalani.

**
Bertrand Russell, seorang penulis hebat yang telah ditinggal mati kedua orang tuanya saat dia berumur 3 tahun pernah mengatakan bahwa,”Aku tak pernah berani mengatakan bahwa tulisan-tulisanku murni hasil olah kreasiku sendiri. Aku sangat dipengaruhi gaya John Stuart Mill..”

Russell mengakui bahwa nuansa menulis bisa dipengaruhi siapa saja. Bahkan, gaya dan model menulis juga bisa terinspirasi dari siapa saja. Tapi Russel selalu menolak jika dia dikatakan meniru. 
‘Terpengaruh oleh nuansa’ bukanlah meniru atau plagiat. ‘Terinspirasi oleh tulisan’ juga bukan peniruan atau plagiasi. Manusia selalu berhubungan dengan manusia lain. Russell mengatakan bahwa semua usaha memplagiat adalah selalu berkaitan dengan ketidaktulusan tertentu.

Dalam tulis menulis di blog, mungkin ketidaktulusan itu bisa berupa hasrat aktualisasi diri ala Maslow yang dipaksakan untuk menggapai popularitas sesaat. Nangkring di kolom Headline misalnya, meskipun dengan sadar melakukan copy paste 100 persen tanpa menyebut sumber tulisannya.

**
Apa yang diungkapkan Russell mirip yang diungkapkan Gabriel Garcia Marquez, seorang penulis yang lahir di Kolombia. Gabriel berkata,”Ketekunan lebih maslahat daripada peniruan. Penulis harus rela berpeluh keringat untuk menemukan rahasia dibalik derai-derai halaman buku serta deretan aksara. Jika dia menemukan patahan-patahan makna, maka dia harus menyatukannya dan memahaminya kembali. Meskipun itu hal yang misterius..”

Mungkin Gabriel Garcia Marquez lebih menekankan pada pembelajaran menulis bagi para penulis pemula. Dia memberikan motivasinya agar kita, para penulis pemula ini tak hanya bermalas-malasan, namun harus rajin dan tekun serta berpeluh keringat untuk membaca banyak buku dan menulis deretan-deretan aksara yang bermakna. Sebab, semua aksara tentu mempunyai makna meskipun dalam alam pikir kita, bisa saja makna-makna itu masih berserakan. Dan tugas kita untuk menyatukan dan memahaminya kembali. Kemudian, kita harus menuliskannya kembali dengan baik. Melalui bahasa kita sendiri.[ ]


Sumber : http://muda.kompasiana.com/2011/05/20/nasihat-para-penulis-dunia-364349.html

0 komentar:

Posting Komentar